Picture framed memoirs…

3 Januari 2011

Betapa foto menjadi jejak memori, utamanya ketika kita membuka kilas balik album keluarga…

Tidak semua orang menganggap foto menduduki peran penting dalam keluarga, tapi tidak bagi saya, yang secara tak langsung telah ternobatkan (atau menobatkan diri?) menjadi fotografer keluarga. Fotografi telah menemani perkembangbesaran keluarga saya dari masa belum terbentuk hingga anak telah membesar kini, merekam setiap momen penting dalam keluarga. Tentu hal ini didukung oleh ketertarikan dan kebisaan saya yang cukup untuk merekam momen tersebut melalui media fotografi, meskipun sepertinya hal ini lebih karena saya mengakui peran foto sebagai bentuk nyata jejak memori keluarga.

Tahun berganti, kehidupan berjalan dan terus berubah. Terciptalah beralbum-album foto keluarga yang tersimpan dengan rapi, dalam bentuk dan urutan berlabel tahun. Memasuki tahun baru ini, hati pun tergerak untuk melihat kilas balik memori melalui album-album yang telah lampau. Tidak adanya perkembangan teknik fotografi yang berarti tidak mengecilkan hati saya, terbayar oleh jeritan kegembiraan anak-anak yang melihat imaji dirinya semasa kecil, dalam wahana-wahana permainan yang menyenangkan hati. Ternyata memori terbanyak yang terekam adalah kegiatan masa liburan, yang merekam jejak tempat-tempat wisata, dan tak lepas dari arena bermain anak-anak.

Seperti dikatakan oleh Roland Barthes dalam Camera Lucida, apa yang dihasilkan oleh foto adalah keabadian dari apa yang hanya terjadi sekali, di mana foto telah mengulang secara mekanis apa yang tidak dapat diulang eksistensinya. Foto menjadi representasi dan dimaksudkan untuk dilihat dan dipersepsi. Ia pun dapat menjadi objek dari tiga kegiatan emosi, yaitu untuk dilakukan, berlangsung, dan dilihat. Sang fotografer menjadi operatornya, kita menjadi pelihatnya, dan apa yang direkam dalam fotografi menjadi targetnya.

Marcel Danesi juga menyebutkan bahwa representasi menjadi proses perekaman gagasan, pengetahuan, atau pesan secara fisik. Maksud dari pembuat bentuk, konteks historis dan sosial yang terkait dengan terbuatnya bentuk ini, tujuan pembuatannya, merupakan faktor-faktor kompleks yang memasuki gambaran tersebut.

Oleh sebab itu melihat imaji dalam fotografi adalah proses penemuan kembali masa yang telah lampau. Peristiwa dan kejadian yang telah memperkaya kehidupan pribadi, menjadi lebih berarti pada saat ia menjadi objek visual yang dapat dilihat kembali. Imaji fotografi tidak bisa lepas dari kesejarahan sosial manusia. Itulah juga yang menjadi sebab kata memotret disetarakan dengan mengabadikan. Keinginan manusia untuk mengabadikan apa yang lekat pada dirinya dan membentuk identitas diri, telah terwadahi oleh teknologi fotografi.